Dosen Pembimbingku - Encep Dulwahab


Keep Spirit for Creativity
“kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

“Dia itu orangnya baik, cerdas, orang yang mampu menggali potensi yang dimilki dan kemampuan menulisnya sangat luar biasa. Dia juga bisa menghargai siapapun yang menjadi relasinya, produktif, kreatif dan rajin.”
Itulah sepenggal pendapat yang diutarakan oleh Pak Enjang Muhaemin mengenai sosok Pak Dul.
Yah, “Dul” nama panggilan yang sudah tidak asing disetiap telinga mahasiswa ataupun dosen yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.
Ia bernama lengkap Encep Dulwahab, sikapnya yang ramah terhadap semua orang membuat pria berkulit putih dan tampan ini selalu disegani oleh kalangan mahasiswa ataupun dosen. Kemampuannya yang seperti Bunglon, bisa menempatkan diri dimanapun dia berada membuat rasa nyaman selalu menghinggapi di semua kalangan.

Awal karirnya dimulai semenjak Dul masih duduk di bangku perkuliahan. Laki-laki yang mengagumi sosok Prof. Dr. H. Asep S. Muhtadi, MA ini, memiliki suatu komunitas menulis berana Tepas Institute yang diadakan seminggu sekali. Di setiap pertemuan, para anggota komunitas itu selalu share mengenai dunia penulisan. Kemudian untuk melengkapinya mereka menjalin hubungan dengan beberapa media.

Dari komunitas menulis itu, beberapa karya tulisannya seperti feature, resensei buku, artikel sering dimuat di media. Dari sanalah Dul meyakini, bahwa ia juga mampu untuk menulis, maka Dul pun menembangkan kemampuannya tersebut dan ia yakin jika segala sesuatu itu dapat diraih dengan proses.
 
Awalnya, laki-laki dua orang anak ini tidak pernah menyangka akan menjadi seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan buku. Namun setelah melalui berbagai proses panjang, ia justru menjadi seorang editor yang handal. Banyak buku yang ia sunting, diantaranya adalah buku-buku Pidi Baiq, seperti Drunken Molen, Drunken Monster, dan Drunken Mama.

Tak banyak prestasi yang dia raih selama duduk dibangku kuliah, tetapi banyak inspirasi yang bisa didapatkan dari pria yang lahir 34 tahun yang lalu ini. Namun, itu bukanlah masalah baginya. Buktinya Dul bisa menjadi seorang editor di perusahaan penerbit terbesar kedua di Indonesia  yaitu Mizan.

Menjadi seorang editor bukanlah tanpa usaha. Banyak proses yang dilalui untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Tak ada rahasia khusus atau trik-trik ampuh yang dikeluarkan oleh laki-laki yang mempunyai hobi bermain bola ini, cukup dengan kerja keras dan restu dari orang tua.

Berasal dari keluarga sederhana, sifat lemah lembut dan ramah tamah sering ditunjukannya kepada semua orang. Tuntutan biaya dan dukungan dari keluarga terus mendorongnya untuk menjadi orang yang berguna bagi bangsa, agama dan pada khususnya masyarakat.

Begitu selesai kuliah, laki-laki yang mempunyai motto hidup “Keep Spirit for Creativity” ini mengirimkan lamaran ke berbagai media dari semua lamaran yang diajukan, semuanya mendapatakan panggilan. Namun semuanya gagal. Tidak disangka ia mendapatkan paggilan dari mizan untuk menjadi seorang editor. Ia tidak mempunyai kemampuan dibidang tersebut. Dengan menjalani bebrapa tes, akhirnya Dul mendapatkan pekerjaan itu. 

“Ketika kuliah saya suka meresensi buku-buku Mizan, dan dari pihak Mizan katanya saya sudah bisa mengetahui bagaimana karakter tulisan Mizan, hinggga akhirnya saya bekerja disana. Editor bukanlah termasuk salah satu cita-cita saya. Namun karena saya suka menulis dan membaca buku, akhirnya pekerjaan itu saya dapatkan.” ungkap Dul yang mempunyai harapan ingin bahagia bersama istri dan keedua anaknya.

Maka apabila kamu telah selesai dari sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”  Dua penggal ayat dari Surat Alam-Nasyrah, Dul jadikan sebagai semangat hidup, hingga akhirnya pada tahun 2003 Dul bertemu dengan jodoh hidupnya dan bisa lulus S1 sebagai angkatan pertama dari Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik. 

Di akhir wawancara, laki-laki yang mengira jika Jurnalistik itu ialah Jurnalistrik memberikan saran “gagal itu adalah sebuah proses pembelajaran, jangan pernah puas dengan apa yang telah kita dapatkan segeralah cintai tantangan, karena tantangan adalah salah satu proses menuju keberasilan. Sekecil apapun usaha yang kita lakukan akan mendapatkan imbalannya”. (Novi Adriyanti)

0 komentar:

Posting Komentar

Followers